Kenapa Harus Komunikasi UNDIP? #comUNDIP

Jurusan komunikasi menjadi salah satu jurusan yang laris manis saat ini, bak restoran amerika yang ada dimana – mana. Ada banyak pilihan universitas mulai dari ibu kota Negara sampai ibu kota provinsi, Sebut saja Universitas Indonesia yang pasti bergengsi, Universitas Padjajaran yang terkenal dengan komunikasinya dan universitas lainnya termasuk Universitas Sultan Agung Semarang yang ternyata memiliki fakultas Ilmu komunikasi tersendiri. Tapi, takdir aku tiga tahun yang lalu ternyata hanya komunikasi di Universitas Diponegoro. Hanya? Ternyata bukan sekedar hanya, tapi itu benar – benar tepat. Baca selanjutnya ->

True Fireworks

Senja sudah berlalu lama beberapa jam, gerimis berjingkat – jingkat sejak isya. Anggrek bulan berayun – ayun oleh mesin pendingin ruangan. Warnanya putih dan ungu semburat diantara ratusan manusia yang hilir mudik hendak berpindah. Jauh untuk kembali pulang atau jauh untuk pergi.

Akhirnya pesawat bermuatan puluhan orang dari negara empat musim itu sampai juga tepat sebelum pukul 10 malam. Orang – orang berwajah tirus dan berhidung mancung dengan kulit pucat mulai menapaki lantai bandara sembari berbincang dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa negara yang mereka datangi. Diantara sela – sela gadis bermata coklat berwajah bulat berjalan lebih cepat untuk mengejar pesawat transit berikutnya.

“Maaf, pesawat anda ditunda sampai besok pagi,” ujar petugas transit sembari mengembalikan tiket.

“Loh Pak? Kenapa?” tanya gadis itu cepat.

“Terjadi peundaan beberapa keberangkatan karena tadi terjadi kesalahan di bandara, maaf atas penundaan ini,” jelas pria paruh baya dengan senyum seramah mungkin.

“Haloo ibuk, Taya baru sampai rumah besok pagi,” katanya sembari mencari tempat duduk disalah satu coffee shop. Beberapa saat setelah mengabari jadwal keterlambatan pulangnya, Taya menyibukan diri dalam jejaring sosial.

‘Hm… padahal udah kangen pengen tahun baruan di rumah,’ ketiknya mengisi kolom yang disediakan kapasitas 140an karakter layar dihadapannya. Dua tahun di negeri orang dan hanya bisa bertukar kabar via udara membuatnya ingin segera berjumpa dengan orang tua dan kawan lama juga dia. Ah dia…. Baca selanjutnya -> 

Terbang Tinggi, walau Belum Kesampaian Perguruan Tinggi

Setiap tahun ada lebih dari lima ratus ribu anak – anak Indonesia yang berlomba merebutkan kursi di perguruan tinggi. Banyak yang diterima, banyak yang gagal namun akhirnya menetap di perguruan tinggi yang lain. Banyak versi, ada yang harus mencoba sekali, mencoba dua kali, ada juga yang sampai berkali – kali. Namun, bagaimana dengan mereka yang (mungkin) belum memiliki kesempatan itu? Mau kemanakah mereka? Apakah mereka hanya akan jadi pengangguran beban Negara?

Muhammad Ami, akrab dengan Ami adalah pemuda asal pulau Borneo Kalimantan Timur. Saya berkenalan dengan Ami setengah tahun yang lalu dalam sebuah kegiatan pemuda yang luar biasa. Dia menjadi pengisi album kekekalan mimpi project saya kali ini, karena menurut saya sendiri, dia sangat inspiratif. CONTINUE READING ->

HUKUM KEKEKALAN MIMPI

“Energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain”- James Prescott Joule (1818-1889).

“Mimpi itu untuk diciptakan, mimpi tidak pernah musnah, tapi hanya berubah dari satu keajaiban ke keajaiban yang lain”- Arfika Pertiwi 2012.

Berbeda? tentu saja.

Mengapa? Karena ini masalah mimpi.

Mimpi, gaib, khalayan. Sebagai manusia realis yang hidup dengan (jarang) dapat kejutan terkadang membuat saya tidak percaya pada mimpi. Hal – hal ajaib hanya bisa terjadi kalau itu memungkinkan untuk terjadi (pendapat saya dulu). CONTINUE READING ->

MOVE (ON)

Berpindah… ber-pindah, aneh juga ketika kemudian menuliskan ‘pindah-pindah-pindah-pin-dah-pinndah’ berkali – kali.

Kata banyak akun, sekarang zaman move on. Kalau nggak bisa move on namanya masih belum bisa lupa. Gimana mau lupa kalau ternyata memang otak kita memiliki yang dijuluki ‘memori’ ?

Tapi, perpindahan ini menjadi sesuatu yang membahagiakan.

Bismillah 🙂 Dengan nama ALLAH Yang Maha Pengasih dan Penyayang (jeng jeng jeng)

http://www.arfika.wordpress.com akan MOVE ON ke www. arfika.com

Secara khusus nantinya Fika akan menggunakan www.arfika.com untuk menuliskan segala bentuk tulisan. Alamat rumah baru hadiah kakak ini begitu istimewa, (makasih ya kakak :3 )

Setelah dua kali ke tiga kali bisa naik pesawat gratis karena blog, web, dan menulis rumah baru (www.arfika.com) segera dihuni dan dibereskan. Makasih untuk Lomba WEB Muda Kompas awal tahun lalu membawa saya ke Jakarta cuma – cuma, dan Road to Global Youth Forum Desember besok di Bali :’)

Arfika akan pindah rumah, so maen aja ke http://www.arfika.com

 

Semoga akan menjadi manfaat untuk semua 🙂

thanks to http://www.arfika.wordpress.com

welcome to www.arfika.com

11.29

Semarang, 19 November 2012

 

Bubble

Bolehkah aku mengatakan bahwa aku mulai jatuh cinta? Jatuh cinta pada cinta, cintamu pada dirimu, pada bagian yang bisa kau buat hidup dan tak habis untuk sekedar dihempas waktu?

Ruang – ruang ini seperti terus penuh ruang, menikmati ruang menajdi euphoria dalam mistisnya teka teki  dunia. Menikmati dalam ruang yang sama sekali tak pernah menimbulkan suara, hanya bergerak dinamis. Ruang baru yang asing, ruang baru yang tak sama seperti sebelumnya. Ruang yang tanpa sadar terbentuk begitu saja, ruang ini aku tak tau apakah bernama ataukah memiliki nama yang tak bisa aku katakan? 

Continue reading Bubble

Senja

Apakah di tempatmu hujan? Bertanya lagi untuk kesekian kalinya tanpa jawaban. Aku tak tau apakah kau sedang bersenandung bersama hujan, atau justru sama sepertiku yang hanya mampu menampis hujan untuk mengetahui seberapa dinginnya hujan kali ini.

Di kota ini apakah sedingin di kotamu? Apakah sederas ini? Ataukah sebetulnya larik – larik ini gerimis yang kemudian lembut menerabas di sela – sela awan kelabu sore ini hanya sekedar larik?

Continue reading Senja

Hilang-Ruang

Memandang lekat senja bersekat kaca sembari menikmati suasana kota, terpengkur layar dalam genggaman. Tersenyum kemudian bergumam dan mengetik kembali. Sesekali menoleh ketika ada yang memanggil, begitulah kamu disana. Di negara antah berantah yang mungkin aku hanya mampu melihatnya dalam versi tidak nyata.

Penghujung tahun ini akan menjadi penghujung tahun yang sangat aku nantikan, sebentar lagi ada waktu dimana ruang – ruang itu terbuka dan membuat semuanya berjumpa. Konferensi nasional ini akan menjadi sesuatu yang aku bayangkan melihatmu duduk di kursi penting untuk sekedar berteori soal bangsa ini, kemudian memerkan kegiatanmu sembari berusaha merendah sambil berkata bahwa itu belum apa – apa. Sedangkan mata – mata lain terkesima dengan segala prestasi dan kebanggaan pada dirimu. Dan, aku hanya mampu terdiam.

“Hay, akhirnya datang, sudah ditunggu lhoo,” sapa seseorang yang aku tahu persis dan sering aku jumpai untuk bisa berjumpa denganmu. Continue reading Hilang-Ruang